Bawaslu DKI: Anggota DPRD Harus Ijin Jika Kampanye
Jakarta, jurnalutara.com – Bawaslu DKI Jakarta mengingatkan bagi anggota DPRD DKI Jakarta dalam PilGub terhadap adanya Undang-Undang No.10 Tahun 2016 Pasal 70 ayat (2) yang menyatakan, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, Pejabat Negara Lainnya serta Pejabat Daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan ijin kampanye sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Hal tersebut dikemukakan Kordinator Divisi Hukum Bawaslu DKI Sakhroji pada acara Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Hukum dengan Bawaslu Kab/Kota dan Panwascam tentang Peran Bawaslu Kab/Kota dan Panwascam dalam Penyiapan Kajian Hukum terhadap Potensi Pelanggaran pada Masa Kampanye, Senin (14/10) di Jakarta.
Awalnya mantan anggota Bawaslu DKI Achman Fachruddin yang didapuk sebagai nara sumber pada acara tersebut menyampaikan materi seputar netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN)/TNI/Polri. Tiba pada sesi tanya jawab, muncul berbagai tanggapan dari peserta Rakernis yang berasal dari unsur Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Panwas Kecamatan se-DKI. Salah satu pertanyaannya adalah Bagaimana bilamana Pengawas Pemilu mendapat laporan atau temuan adanya anggota DPRD DKI yang memanfaatkan kegiatan Sosialisasi Perda sekaligus untuk kampanye Pilgub DKI 2024.
Sakhroji menyebut agar Bawaslu Kab/Kota dan Panwascam melakukan pencegahan menyampaikan ketentuan Pasal 70 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2010, juga Peraturan KPU No. 13 tahun 2024 Pasal 53, yang menyebutkan, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, Pejabat Negara lainnya, serta Pejabat Daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan ijin kampanye sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undanganan, termasuk harus memenuhi ketentuan: (a), tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dan (b) menjalani cuti diluar tanggungan negara. Surat izin kampanye tersebut disampaikan kepada KPU Provinsi dan ditembuskan kepada Bawaslu Provinsi.
Untuk itu, mantan Ketua Bawaslu Jakarta Timur tersebut minta kepada jajarannya, agar rambu-rambu kampanye sebagamaina terdapat UU No.10 Tahun 2016 dan PKPU No.13 Tahun 2024 tersebut diatas disosialisasikan kepada khalayak khususnya anggota DPRD DKI yang akan melakukan Kampanye di Pilgub DKI Jakarta 2024 dalam rangka uapaya pencegahan. Bawaslu DKI Jakarta juga sudah membuat surat Imbauan tersebut yang di tujuan kepada Ketua dan Anggota DPRD DKI Jakarta. Kita harus secara maksimal melakukan pencegahan dan Bawaslu Provinsi juga sudah beberapa kali bersama jajaran Pengawas pemilu turun melakukan sosialisasi dalam pengawasan partisipatif kepada masyarakat.
Sakhroji juga menyerukan Pengawas pemilu untuk menyebarluaskan, berbagai surat edaran dari pimpinan Pemprov DKI mengenai keharusan netralitas ASN di Pilgub DKI. Sekretaris PemProv DKI telah banyaknya menererbitkan surat edaran tersebut menunjukkan, komitmen Pemprov DKI Jakarta untuk menegakan prinsip NetralitasASN di lingkungan Pemprov DKI. Bahkan ada PemProv DKI Jakarta menerbitkan Surat Edaran Perihal Pelaksanaan Pembinaan Netralitas Bagi Pengurus RT, Pengurus RW, Anggota Lembaga Kemasyarakatan Lain di Lingkungan PemProv DKI Jakarta, mengimbau agar bersikap netral, tidak menjadi pengurus Partai politik, tidak berafiliasi kepada Partai politik, menjaga integritas dan mencegah konflik kepentingan dalam menjalankan tugas.
Jika Pengawas pemilu menerima laporan atau menemukan dugaan adanya ketidak-netralitasan ASN, RT, RW dan LMK di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, Sakhroji minta jajarannya segera melakukan pencegahan berkoordinasi dengan Pa Lurah, Pa Camat dan Pa Walikota, jika sudah dilakukan pencegahan dan tetap melakukan dugaan pelanggaran pemilihan maka Pengawas pemilu dalam hal ini Bawaslu Ksb/Kota bisa memproses dalam penanganan pelanggaran dan menerbitkan rekomendasi yang ditujukan kepada Pimpinan instansi terkait sesuai lokus peristiwa.
Sementara Achmad Fachrudin yang juga anggota Dewan Pakar Kahmi Jaya memetekan potensi kerawanan netralitas ASN/TNI/Polri di Pikada. Diantaranya: jika terdapat pasangan Calon Kepala Daerah Petahana; jika calon bekerja atau pernah bekerja sebagai ASN/TNI/Polri; jika calon mempunyai anggota keluarga sebagai petinggi/anggota ASN/TNI/Polri; adanya intervensi atau cawe-cawe penguasa atau elit partai politik terhadap ASN/TNI/Polri karena adanya hubungan informal dengan pimpinan birokrasi; adanya penumpang gelap (dark number) atau pemburu rente politik (political rent seeking) dengan memanfaatkan ASN dalam proses Pilkada, dan lain-lain.