Uncategorized

Anak Muda Jadi Sasaran Empuk Capres Untuk Memperoleh Suara

Shares

Brahma Aryana, Div. Monitoring – Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia

Kontestasi politik lima tahunan sudah hampir mencapai tahapan pendaftaran Capres-Cawapres, namun, di antara tiga bakal Capres yang muncul beberapa waktu ke belakang, masih belum memunculkan kebaharuan dan cenderung tidak memperhatikan isu penting bagi anak muda. Terlebih, yang sejauh ini ditampilkan hanya gimmick dan citra formalitas belaka. Kondisi tersebut kian diperparah dengan kombinasi kekuatan media dalam menyuntikan aktivitas politisi untuk memikat fokus publik.

Mengapa harus anak muda yang menjadi target bakal Capres? Sederhana. Laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatakan bahwa  total jumlah pemilih muda atau gabungan generasi Y dan Z mencapai 113 juta lebih atau sekira 56,45 persen dari total keseluruhan pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024. Maka, tidaklah menjadi hal yang sia-sia ketika saat ini Partai politik (Parpol) dan bakal Capres mengoptimalkan upayanya untuk merebut perhatian anak muda. Namun asalkan, pola pendekatan yang dilakukan bukan hanya mengandalkan sekedar viral dan basa-basi saja. Memang, di satu sisi menurut Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang, Sugeng Winarno (2022) mengatakan bahwa aneka gimmick politik terkadang diperlukan guna mencairkan. Namun, ia juga menambahkan, untuk urusan mensejahterakan rakyat, tentu tidak bisa hanya dengan permainan gimmick belaka.

Politik yang Menjenuhkan

Politik hari ini memang tidak ubahnya dengan meneruskan tradisi merebut kekuasaan dengan segala cara. Padahal, pemilu dalam konteks demokrasi tidak hanya sebagai momen penyaluran hak warga negara. Lebih dari itu, Pemilu juga berguna sekaligus menjadi sebuah momen evaluasi bagi sistem negara dan pelaksanaan pemerintahan. Pola perebutan kekuasaan yang ditampilkan kepada publik pun tidak lebih dari praktek mencari dan mengganti koalisi untuk melancarkan strategi. Sehingga, menjadi hal yang  wajar jika anak muda jenuh dan bahkan merasa muak dengan politik. Karena dalam arena politik, dengan mata telanjang pun kita dapat dengan mudah melihat praktik curang, perilaku korupsi, tindakan sewenang-wenang para pejabat, dan buruknya penegakan hukum.

Kendatipun demikian, anak muda masih tetap diimbau atau terkadang dipaksakan untuk berpartisipasi aktif dalam kontestasi pemilu hari ini. Namun, di saat yang bersamaan, anak muda pun menyadari, bahwa hal tersebut hanya untuk menggaet mereka sebagai pemilih saja. Bentuk partisipasi sebesar apapun tidak akan dapat berdampak optimal bagi perubahan bangsa. Jika, tidak adanya political will kuat yang bersumber dari para penguasa dan oligarki. Sikap distrust inilah yang kemudian melahirkan narasi pesimistis terhadap kemauan anak muda untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu. Tidak jarang, anak muda selalu disematkan dengan sikap yang apatis, cuek, dan cenderung masa bodoh dengan dunia politik. Terlebih, riset yang dilakukan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada 2022 menunjukan anak muda yang gemar dalam aktivitas politik menggunakan sosial media untuk menyampaikan pendapatnya hanya 17,7%. Kemudian hanya 6,0% yang menyuarakan secara langsung atau tatap muka. Sungguhpun jumlah partisipasi politik yang sangat minim, jika dibandingkan dengan partisipasi memilih sebagaimana Riset yang dilakukan Aksara Research and Consulting (Desember 2022) yang menunjukan sebesar 70,7% anak muda usia akan menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024 mendatang, hanya 5,1% yang tidak akan menggunakan hak pilihnya, sementara 24,2% masih mengambang. Ketimpangan pun terlihat. Di satu sisi, partisipasi politik anak muda melemah. Namun, pada sisi lain, kemauan untuk berpartisipasi dalam memilih cukup tinggi.

Ubah Kebiasaan Lama

Kondisi politik dan sikap anak muda sebagaimana yang sudah diuraikan di atas menunjukan wajah demokrasi kita hari ini. Bagaimanapun baiknya sistem demokrasi, namun bila kondisi yang mewakili rakyat, entah itu Parpol maupun bakal calon masih belum menunjukan kemurniannya dalam mewakili kegelisahan masyarakat, dan hanya dengan formalitas menyuarakan perbaikan, maka, demokrasi kita akan tetap berada di zona degradasi. Mengoptimalkan instrumen teknologi dan platform sosial media dengan menggunakan pola komunikasi yang interaktif dan partisipatif saja tidak cukup untuk mendulang ketertarikan anak muda. Parpol maupun bakal calon harus lebih responsif dalam menjawab kegelisahan masyarakat, khususnya anak muda.

Dalam hal ini, identifikasi segmentasi anak muda yang dikombinasikan dengan buah gagasan dari para Parpol maupun bakal calon akan sangat dinanti oleh anak muda. Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dalam hasil surveynya (2022) kembali menunjukan, terdapat tiga isu strategis yang menjadi perhatian utama anak muda, diantaranya isu kesejahteraan masyarakat yang menjadi prioritas utama pada Pemilu 2024. Kemudian, disusul oleh isu keterserapan lapangan kerja dan yang tidak kalah penting yakni isu mengenai pemberantasan korupsi. Sementara pada isu lainnya, laporan Inisiator Bijak Memilih, Andhyta F Utami, menyampaikan bahwa isu krisis iklim dan kerusakan lingkungan merupakan satu dari lima isu strategis yang menjadi perhatian anak muda. Pentingnya isu krisis iklim dan kerusakan lingkungan ini cukup disayangkan oleh Associate Yayasan Indonesia Cerah, Wicaksono Gitawan, sebab, sebagian besar Parpol, khususnya partai yang lolos ambang batas Pemilu 2019, belum menempatkan isu perubahan iklim dan transisi energi dalam perangkat partainya.

Deretan isu tersebutlah yang harus dijadikan sebuah komitmen bagi Parpol maupun Bakal Calon untuk menarik perhatian dan simpati anak muda. Dengan memahami secara komprehensif kegelisahan anak muda dan konsistenkan menebar gagasan kreatif, serta bergerak secara responsif inilah yang perlu diterapkan. Sehingga, pola promosi yang dilakukan, tidak lagi menjadi semu dan menjenuhkan di mata anak muda.

Agar Tidak Ditunggangi Politik

 Kisruh politik yang seringkali terlihat di ruang publik memang menjadi hal yang menjenuhkan bagi anak muda. Namun, menjadi apatis dan apolitis bukanlah sebuah pilihan yang tepat untuk diambil oleh anak muda. Karena, mau tidak mau, suka tidak suka, dan disadari atau tidak, hampir setiap lini kehidupan anak muda selalu dipengaruhi oleh keputusan politik. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, dari sebelum hidup dan meninggalkan dunia pun juga ada produk politiknya – contoh dapat kita temukan dalam Undang-Undang Pernikahan dan Undang-Undang Pemakaman misalnya. Maka, agar tidak diperhitungkan secara kuantitas saja, sebagai anak muda tentu harus melibatkan diri terhadap perkembangan politik indonesia. Seminimal update mengenai isu politik sudah menjadi hal yang baik.

Mungkin terdengar klise, namun, dengan memperbanyak bacaan mengenai literasi politik adalah kunci agar kepekaan anak muda terhadap isu politik dan kebijakan publik dapat terus dikawal dan dikritisi secara bersama. lagi pula, sudah banyak bertebaran akun-akun Non-Governmental Organization di sosial media yang memberikan edukasi politik bagi anak muda. Bahkan, pengemasan dan substansinya pun lebih baik dari Parpol. Seperti misalkan akun @narasinewsroom yang konsisten memproduksi konten yang berisi isu penting dengan dilengkapi analisis yang cukup mendalam. Selain itu, akun @sahabaticw juga bisa dijadikan sarana anak muda untuk lebih memahami realitas pemberantasan korupsi di negeri ini. Ada pula, Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) agar anak muda lebih aware terhadap isu-isu lingkungan hidup. Kemudian, dikarenakan saat ini adalah momentum Pemilu dan besarnya potensi suara anak muda yang sudah semakin sering dibahas dalam diskursus politik, maka, akun-akun yang khusus memberikan edukasi kepemiluan dapat menjadi konsumsi pilihan anak muda. Ambil contoh, akun KIPP Indonesia, sebuah organisasi pemantau pemilu pertama di Indonesia yang konsisten mempublikasi hasil pemantauan terhadap kondisi demokrasi dan tahapan pemilu 2024. Selain itu, akun Perludem – juga tidak kalah menarik dalam menyebarkan analisisnya terhadap isu kepemiluan. Terlebih, ada pula akun yang mengemas isu kepemiluan secara spesifik menyasar kalangan anak muda, yakni akun Bijak Memilih. Dan, masih banyak lagi akun-akun lainnya yang dapat diikuti anak muda agar mendapatkan banyak perkembangan terkait isu yang ingin didalami.  Saat ini, meskipun belum memasuki masa kampanye, kita dapat dengan mudah menemui Parpol maupun Bakal Calon yang menampilkan segala bentuk kegiatan yang menyerupai kampanye. Literasi politik menjadi kunci dalam hal ini. Agar anak muda dapat lebih peka dan sadar dalam menyikapi tahun politik secara aktif. Sehingga, bentuk promosi atau suatu hal yang berpotensi memanipulasi anak muda di tahun politik dapat terhindari. Dan tentu hal tersebut dapat memunculkan efek domino terhadap perbaikan demokrasi di negeri ini – yang kian mengalami regresi

Shares

Masuk

Daftar

Setel Ulang Kata Sandi

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email, anda akan menerima tautan untuk membuat kata sandi baru melalui email.