Rasyid: Pak SBY Walau Berkampanye Selalu Mampu Menjaga Netralitasnya Sebagai Negarawan
Medan, JurnalUtara.com – Tudingan sepihak oleh pihak Istana, bahwa SBY ketika menjadi presiden juga berpihak dan berkampanye, menuai reaksi berbagai pihak. Salah satunya datang dari DPP Partai Demokrat.
Sekretaris DPP Partai Demokrat, Ir. Abdul Rasyid, M.Si., mengklarifikasi tundingan tersebut. Menurutnya, ada beberapa hal yang membedakan antara situasi SBY ketika itu dengan Jokowi saat ini.

Dapil Medan B nomor urut 2
“Saya tidak ingin mengomentari pernyataan Bapak Presiden. Tetapi terkait pernyataan Staff Khusus Presiden, Bapak Ari Dwipayana, saya merasa ada beberapa yang perlu diklarifikasi disini,” kata Rasyid.
Seperti diberitakan oleh beberapa media berita, Koordinator Staff Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan bahwa presiden berpihak dan berkampanye bukanlah hal baru. Ari mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Megawati juga melakukannya.
“Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke-5 dan ke-6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya,” kata Ari sebagaimana dikutip oleh CNN Indonesia, hari ini.
Pak SBY Menjaga Netralitas Dalam Posisinya Sebagai Negarawan
Terkait pernyataan Ari tersebut, Abdul Rasyid mengklarifikasinya, bahwa tidak bisa dipungkiri ada konflik peran pada jabatan Presiden baik menghadapi pemilihan presiden, maupun pemilihan legislatif.
“Dimanapun pasti terdapat konflik peran dalam sosok presiden. Bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh negara demokrasi. Di satu sisi, sebagai seorang negarawan, presiden harus berdiri di atas semua kelompok dan golongan. Di lain sisi sebagai pejabat partai tentu memiliki keberpihakan kepada partai politiknya,” kata Rasyid di tengah kesibukannya sebagai caleg DPRD Provinsi Sumatera Utara dari Dapil Medan B dari Partai Demokrat nomor urut 2.
Menurutnya Rasyid, selama menjabat sebagai presiden RI, Pak SBY selalu mampu menjaga jarak antara kedua perannya tersebut. Dalam koridor yang diperbolehkan oleh undang-undang, Pak SBY memang berkampanye untuk Partai Demokrat. Dalam kesempatan lain, Pak SBY tetap menjaga netralitasnya terhadap semua kontestan pemilu termasuk partainya sendiri.
“Hal ini Beliau (Pak SBY) buktikan dalam Pilpres 2014, Pak SBY dan Partai Demokrat tidak terlibat dalam satu kubu kontestan. Sedangkan pada Pilpres 2009, Pak SBY adalah seorang petahana atau incumbent yang tentu saja harus berkampanye untuk dirinya. Perlu diingat pada 2009 dan 2014 pemilihan legislatif dan pemilihan presiden belum diselenggarakan bersamaan,” jelas Rasyid.
Menurut Rasyid bahwa semua itu sudah sesuai dengan koridor konstitusi yang berlaku saat itu. Penilaian publik pun jelas, pada di kedua pemilu tersebut yang menganggap pemilu diselenggarakan dengan sangat demokratis.
“Jadi sebagai penyelenggara negara, seorang presiden itu harus bersikap sesuai konstitusi. Artinya selama masih ada aturan, atau diperkenankan oleh undang-undang, tidak ada kesalahannya seorang presiden itu berpihak. Tetapi sebagai seorang negarawan, tentu dia harus bersikap netral. Dan itu sudah Pak SBY tunjukkan di 2009 dan 2014,” tuntas Rasyid.