Dampak Kebijakan Kenaikan Biaya Ekspor ke AS dan Pentingnya Penguatan Sektor Usaha Kecil Menengah Untuk Memperkuat Ekonomi Indonesia
Agung Nugroho, Presidium Perhimpunan Aktivis 98.
Jakarta, Jurnalutara.com – 7 April 2025 – Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan baru terkait kebijakan kenaikan biaya ekspor ke Amerika Serikat (AS) yang mencapai 32%. Kebijakan ini berpotensi berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia, meskipun nilai ekspor Indonesia ke AS hanya sebesar 20% dari total ekspor nasional. Banyak yang berpendapat bahwa karena angka ini relatif kecil, dampaknya tidak akan terlalu besar, namun pandangan ini perlu dicermati dengan seksama.
Dampak Langsung Terhadap Ekspor Indonesia
Meski nilai ekspor Indonesia ke AS tidak mendominasi, sektor-sektor yang bergantung pada pasar AS, seperti manufaktur, produk pertanian, dan tekstil, dapat merasakan dampaknya secara langsung. Kenaikan biaya ekspor yang signifikan dapat menyebabkan produk Indonesia menjadi kurang kompetitif di pasar global, terutama di pasar AS yang memiliki daya saing harga yang ketat. Hal ini bisa berdampak pada penurunan volume ekspor, yang pada gilirannya memengaruhi sektor-sektor terkait dalam negeri.
Pengaruh Terhadap Ekonomi Domestik
Dampak dari kebijakan ini tidak hanya terbatas pada sektor ekspor ke AS, namun juga dapat meluas ke sektor-sektor lain yang tergantung pada rantai pasokan global. Penurunan volume ekspor bisa mempengaruhi pendapatan negara, meningkatkan tekanan pada nilai tukar rupiah, dan pada akhirnya dapat berimbas pada daya beli masyarakat.
Namun, dampak ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat pondasi ekonomi dalam negeri, terutama dengan mendorong pengembangan sektor usaha kecil dan menengah (UKM) yang lebih mandiri. Sektor UKM memiliki potensi besar untuk menjadi penopang utama ekonomi Indonesia. Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mempermudah akses modal, pelatihan, serta penguatan jaringan distribusi bagi UKM.
Momentum untuk Memperkuat Industrialisasi dan Hilirisasi.
Kebijakan ini harus dilihat sebagai momentum bagi Indonesia untuk memperkuat industrialisasi dan hilirisasi. Pengembangan sektor industri dalam negeri melalui hilirisasi dapat membuka lapangan kerja baru, meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri, serta mengurangi ketergantungan pada pasar luar negeri, termasuk AS. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan industri yang mendukung hilirisasi diterapkan secara optimal, dengan memberikan insentif bagi sektor-sektor yang berpotensi untuk tumbuh lebih cepat.
Pemerintah juga perlu memastikan bahwa sektor industri dalam negeri dapat beradaptasi dengan perubahan pasar global yang semakin kompetitif. Salah satunya dengan memfokuskan pada pengembangan teknologi, riset, serta peningkatan kualitas produk agar dapat bersaing di pasar global dengan harga yang lebih kompetitif tanpa bergantung pada ekspor ke satu negara saja.
Kebijakan kenaikan biaya ekspor ke AS sebesar 32% mungkin tidak langsung memberikan dampak besar pada total ekspor Indonesia, namun dampaknya dapat meluas pada sektor-sektor terkait dan pada ekonomi domestik secara keseluruhan. Oleh karena itu, momentum ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat sektor UKM, mempercepat hilirisasi industri, serta mendorong pengembangan ekonomi dalam negeri yang lebih berkelanjutan.
Indonesia harus bertransformasi menjadi ekonomi yang lebih mandiri, berbasis pada sektor riil yang kuat dan inovatif.