Dewan Pers: Minimnya Kompetensi Wartawan dan Media Online Di Daerah Menyebabkan Jumlah Aduan Naik Dua Kali Lipat.

Jakarta, JurnalUtara.com –Jumlah pengaduan ke Dewan Pers terkait pemberitaan media sepanjang semester pertama tahun 2025 meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Muhammad Jazuli, kemarin (5/8/2025) dalam acara Jumpa Pers, di Gedung Pers lantai 7, jalan Kebon Sirih nomer 32-34, Jakarta Pusat.

“Jumlah aduan yang masuk, dalam kurun waktu Januari 2025 hingga Juli akhir 2025 mengalami peningkatan yang sangat drastis hingga seratus persen”, ungkap Jazuli, yang kemarin didampingi oleh dua Tenaga Ahli Komisi Pengaduan dan Penegakan Etik, Indria Purnama Hadi dan Herutjahjo Soewardojo.

Menurut Jazuli, jumlah aduan periode semester 1 tahun 2025 mencapai sekitar 780 aduan meningkat dua kali lipat lebih dari periode yang sama tahun 2024 yang mencapai sekitar 300 aduan. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa publik sudah sadar dan paham tentang media dan profesi kewartawanan.

“Publik saat ini sudah sadar, sudah melek, terkait dengan apa yang harus mereka lakukan ketika bertemu, berjumpa, dengan media atau wartawan yang bermasalah”, jelas Jazuli.

Lebih lanjut, Jazuli menjelaskan, faktor lain adalah menjamurnya media-media baru –terutama online– tidak diimbangi dengan kualitas jurnalis dan wartawan, terutama dari media online di daerah belum memiliki kompetensi sebagai wartawan.

“Sehingga banyak media dan wartawan yang abai terhadap ketentuan-ketentuan yang harus ditempuh, dilakukan, dalam memproduksi produk dan karya-karya jurnalistik”, imbuhnya.

Jazuli juga menegaskan, bahwa Dewan Pers menangani proses pengaduan secara profesional dan prpporsional. Menurutnya, mayoritas aduan dimenangkan oleh pihak pengadu. Dengan demikian teradu dinyatakan melakukan pelanggaran-pelanggaran ketentuan yang ada.

“Pengadu dalam hal ini ini siapa? Bisa individu… bisa pemerintahan… bisa perusahaan. Mereka-mereka yang merasa dirugikan dengan pemberitaan”, jelas Jazuli lebih lanjut.

Menurut laman dewanpers.or.id tentang Tata Cara Pengaduan, Pengadu adalah seseorang atau sekelompok orang, atau lembaga/instansi yang menyampaikan keberatan atas hal-hal yang terkait dengan karya dan atau kegiatan jurnalistik kepada Dewan Pers. Dan, Teradu adalah wartawan, perusahaan pers, seseorang atau sekelompok orang, atau lembaga/instansi yang diadukan.

Lebih lanjut Jazuli menyatakan, bahwa untuk meminimalkan pelanggaran-pelanggaran tersebut, Dewan Pers punya tanggung jawab dalam memberikan edukasi dan literasi kepada media dan jurnalis. Bentuk kegiatannya beragam, seperti uji kompetensi wartawan (UKW), lokakarya, dan seminar yang menekankan pentingnya menerapkan kode etik jurnalistik.

“Dewan Pers punya tanggung jawab memberikan literasi baik kepada media maupun kepada awak media untuk melakukan peningkatan kompetensi”, paparnya lebih lanjut.

Menurut Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers tersebut, cara melakukan hal tersebut adalah dengan memfasilitasi penyelenggaraan UKW. Hanya saja, akibat adanya pemangkasan anggaran, kuota UKW yang difasilitasi Dewan Pers menjadi berkurang hingga seperempatnya saja.

“Mensiasati hal seperti itu, kita mendorong kepada lemabaga-lembaga uji tadi (lembaga uji kompetensi, red) untuk menambah kuota uji kompetensi dengan cara mandiri… Jadi organisasi pers bisa melakukan uji kompetensi secara mandiri, kemudian perusahaan pers juga bisa melakukan hal yang sama, termasuk kampus-kampus yang memiliki lisensi untuk melaksanakan UKW,” ujarnya.