ArtikelRamadhan KarimSorotan

Puasa Jalan Dekat Menuju Allah SWT.

Shares

Jakarta, Jurnalutara.com – Menelusuri makna dan hikmah puasa, ibarat menelusuri jalan panjang tanpa akhir. Begitu banyaknya hikmah yang tersimpan di dalamnya sehingga masih banyak rahasia yang belum terungkap apalagi dalam waktu yang singkat. Puasa memiliki makna zahiriyah dan makna bathiniyah

Dalam makna zahiriyah puasa hanya mengkaji efektifitas fisik yang melaksanakan perintah ubudiyah yang melibatkan fisik biologis seperti lapar, haus dan sexualitas. Sementara dalam makna bathiniyah puasa mengkaji efektifitas ruhaniyah yang melibatkan nurani manusia sebagai inti kemanusiaan.

Dalam sebuah hadits Qudsi Allah swt berfirman ; “Semua amal anak Adam ( manusia ) adalah untuk dirinya kecuali puasa, sebab puasa itu untuk-Ku, dan akulah yang akan memberinya pahala”.

Mengomentari hadist qudsi ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa puasa adalah untuk Allah Rabbul alamin, berbeda dengan amal-amal yang lain ( Musassat al-Alami:1983 ). Hal ini disebabkan karena seseorang melakukan puasa tidak melakukan sesuatu apapun melainkan mengendalikan syahwatnya, makanan dan minumannya demi Allah swt.

Orang-orang yang meninggalkan segala kesenangan dan kenikmatan dirinya karena lebih mengutamakan cinta Allah swt dan Ridha-Nya, merupakan tanda keta’atan sejati. Orang demikian memiliki rahasi dengan Tuhannya. Puasa itu rahasia antara seorang hamba dan Tuhannya, yang orang lain tidak mampu mengetahuinya. Walaupun secara zahir kita dapat melihat seseorang itu menahan lapar dan dahaga namun secara bathin kita tidak dapat mengetahuai hakikat dibalik itu mengapa ia melaparkan diri dan meninggalkan hawa nafsunya demi Tuhannya.

Puasa adalah gerbang menuju Allah swt. Melalui puasa daya sadar semakin kuat. Kesadaran orang yang berpuasa akan kedekatan Allah dengan dirinya sangatlah tinggi sehingga apapun yang membatalkan puasa tidak akan dilakukannya baik yang membatalkan syariat puasa maupun hakikat puasa. Mereka yang berpuasa lebih terpusat pada hal-hal yang membatalkan hakikat puasanya, karena ia telah melampaui syariat puasa dengan sempurna. 

Mereka telah sampai kepada sikap hati yang sempurna, mereka termasuk golongan orang-orang yang disebutkan Allah swt dalam QS. Al-Ahzab; 33 : 57-58. “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.

Orang-orang yang berbuasa adalah orang yang sedang dekat dengan Tuhannya. Meraka tengah mempertaruhkan kekuatan iman mereka dengan Allah swt. Fikiran dan hati mereka sedang tertuju kepada-Nya sehingga seluruh tindakan, perasaan dan fikiran sedang berada dalam kawasan kesadaran. Karena itu dalam kondisi sedang berpuasa orang-orang beriman dituntut senantiasa menggunakan daya fikir untuk bertafakkur dan bertahajjud hanya kepada Allah selama ramadhan. Jika itu yang dilakukan maka orang-orang yang berpuasa dengan benar akan selalu berfikir kepada hal-hal positif dan sujud ( sholat ) dengan khusuk.

Dengan demikian Ibadah puasa merupakan sayari’at yang amat penting. Ia menjadi manifestasi religiusitas dan seagung-agung qurbat atau amal yang mendekatkan diri kepada Allah swt, sebab ia menyimpan rahasia antara hamba dengan Allah swt. Allah swt mengawasi mereka dalam keadaan apapun dan mereka merasakan kehadiran-Nya. 

Semakin dekat dengan Allah swt, semakin jauh dari syaithan maka semakin sempurna ketaqwaan. Sebab itu puasa merupakan jalan terdekat menuju Allah swt, yang akan melahirkan orang-orang muttaqin. Amin. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Shares

Masuk

Daftar

Setel Ulang Kata Sandi

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email, anda akan menerima tautan untuk membuat kata sandi baru melalui email.