MBP Kritisi Kepala BKN Tentang Larangan Pengangkatan Stafsus Kepala Daerah
Jakarta, JurnalUtara.com- Larangan pengangkatan staf khusus (stafsus) oleh kepala daerah yang disampaikan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Prof Zudan Arif Fakrulloh, mulai menuai tanggapan kritis. Larangan disampaikan Zudan saat melakukan rapat evaluasi seleksi CPNS dan PPPK bersama Komisi II DPR RI, Rabu (5/2), sebagaimana banyak dimuat portal berita.

“Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan bahwa kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 dilarang mengangkat staf khusus dan tenaga ahli setelah dilantik,” demikian berita yang ditulis suarasulsel.id (5/2). zonakata.com dan newsposkomanado.com (Juma’at, 7/2) dan beberapa media berita lainnya.
Masyarakat Betawi Pinggiran (MBP) langsung menyesalkan pernyataan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Dewan Pembina Masyarakat Betawi Pinggiran Syaipul Abu Ghozala alias Bang Ipul, Senin malam (10/2), di sekretariat MBP. Syaipul menyatakan bahwa lembaganya masih mencoba menggali informasi yang valid tentang hal tersebut.
“Kita masih menggali redaksional pernyataannya seperti apa… Tapi kalau benar pernyataan Kepala BKN seperti yang ditulis berita-berita tersebut, kita sebenarnya cukup menyesalkan ya… Mudah-mudahan sih gak seperti itu ya pernyataan sebenarnya,” kata tokoh muda yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara dan saat ini juga menjabat sebagai Dewan Kota Jakarta Utara.
Diskresi Kepala Daerah
Menurut Ipul, pengangkatan stafsus merupakan kekewenangan yang diberikan kepada kepala daerah oleh konstitusi Pasal 18 ayat (2) dan (5-6) UUD’1945 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Pasal 18 ayat (2) UUD’1945 berbunyi Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Ayat 5 berbunyi Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Dan ayat (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan,” jelas Ipul.
“Sedangkan Pasal 65 Undang-undang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Kepala Daerah dalam memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan Daerah tersebut adalah menetapkan Peraturan Kepala Daerah dan Keputusan Kepala Daerah,” lanjut Ipul.
Menurut Ipul memang sebelumnya dikarenakan pengangkatan stafsus tidak pernah disebutkan secara eksplisit dalam kewenangan otonomi daerah sehingga masih ada perdebatan tentang apakah hal tersebut merupakan diskresi kepala daerah atau bukan.
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan yang menetapkan bahwa diskresi adalah Keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan kongkrit yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
“Tetapi dengan disahkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta dimana pasal 38 secara eksplisit menyatakan pengangkatan stafsus adalah kewenangan gubernur yang diatur melalui peraturan gubernur,” terang Ipul.
Pasal 38 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2024 berbunyi (1) Dalam rangka membantu Gubernur dalam perumusan kebijakan yang dilaksanakan oleh perangkat daerah, Gubernur dapat mengangkat staf khusus. (2) Persyaratan, tata cara pengangkatan, dan penghasilan staf khusus diatur dalam Peraturan Gubernur.
“Jadi ada dua point disini. Pertama kewenangan pengangkatan stafsus oleh Gubernur DKJ ditetapkan secara eksplisit oleh undang-undang, karenanya tidak boleh direduksi oleh peraturan dan/atau ketentuan yang kedudukannya di bawah undang-undang apalagi hanya sekedar opini Kepala BKN. Kedua, berdasarkan prinsip nondikriminatif otonomi daerah, maka itu juga berlaku bagi kepala daerah lainnya berdasarkan konstitusi Pasal 18 ayat (2) dan (5-6) UUD’1945 dan Pasal 65 Undang-Undang Pemerintahan Daerah,” Ipul menyimpul.
Jangan Sembarangan
“Tugas pokok staf khusus pada dasarnya sama yakni mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan-permasalahan di bidang pemerintahan dan pembangunan, selanjutnya menjadi bahan masukan, saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah untuk dirumuskan menjadi kebijakan yang dilaksanakan oleh perangkat daerah, baik diminta maupun tidak diminta,” imbuh Bang Ipul.
Ipul juga menjelaskan mengapa staf Khusus era sekarang ini semakin diperlukan adalah, (1) Semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi seorang kepala daerah; (2) Pemerintah daerah makin ditunut transparan, responsif dan partisipatif dalam membuat kebijakan; (3) Melibatkan sumber daya manusia eksternal dalam perumusan kebijakan daerah dapat membawa perspektif baru atau berbeda.
“Yang penting prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan daerah yang baik atau good governance harus dipegang. Staf khusus tidak boleh sekedar tempat penampungan tim sukses atau kader parpol, proses pengangkatannya harus tertib aturan, sesuai kebutuhan saja dan harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Jangan sembarangan. Mungkin itu yang dimaksud dilarang oleh kepala BKN,” pesan Ipul.
Ipul juga meyakinkan bahwa untuk Jakarta, Gubernur terpilih Mas Pram pasti akan mempertimbangkan betul tentang jumlah, kualifikasi, dan besaran kompensasi staf khususnya nanti pasca pelantikan.
Baca juga: Masyarakat Betawi Pinggiran Mendukung Rencana Gubernur Pramono Rombak Gapura Jadi Berornamen Betawi
“Masyarakat Betawi Pinggiran yakin betul bahwa Mas Pram akan selalu berkordinasi dengan Presiden Prabowo dan Menteri Dalam Negeri termasuk soal staf khusus. Dan akan mempraktikan langkah-langkah penghematan anggaran,” tutup Ipul.