ArtikelLiputan Utama

Gerakan Sosial Protes: Upaya Menggapai Tangan Tuhan?

Shares
Apa yang terjadi pada saya seharusnya tidak terjadi pada orang lain, tulis Payu Boonsophon [Chanakarn Laosarakham]

Terlibat dalam gerakan sosial protes sering kali berarti mengambil resiko pribadi untuk kepentingan publik. Apa yang Payu Boonsophon, seorang aktivis lingkungan berusia 29 tahun dari Chaiyaphum, Thailand, alami dan lakukan, bukanlah kasus terisolir. Menurut Amnesty Internasional, penyalahgunaan peluru karet dan senjata lain yang kurang mematikan terhadap pengunjuk rasa damai telah menewaskan puluhan orang dan melukai ribuan orang di lebih dari 30 negara selama lima tahun terakhir, dikutip dari Al Jazeera (di akses dari Police use of rubber bullets maiming thousands globally: Amnesty | Police News | Al Jazeera pada tanggal 17/4/2024).

Tetapi seperti juga Payu Boonsophon para aktivis protes tidak pernah surut. Mereka memiliki hasrat untuk kekuatan rakyat dan keyakinan yang dipegang teguh pada peran penting yang dimainkan protes dalam memberlakukan perubahan positif yang akan dinikmati orang banyak. Sering kali tragedi kematian, cacat, atau penahanan aktivis protes menjadi momentum perubahan yang fundamental bagi sebuah bangsa, seperti kematian tiga mahasiswa Universitas Trisakti memicu terjadinya Reformasi 1998 di Indonesia.

Protes adalah ekspresi keberatan (sekelompok) warga terhadap kebijakan, isu politik-ekonomi-sosial-budaya pertahanan-keamanan (poleksosbud hankam), atau keadaan tertentu. Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam acara protes yang dilakukan oleh warga yang bertindak bersama-sama untuk mempengaruhi pengambilan keputusan publik, untuk mendorong atau, malah, mencegah perubahan. Dengan kata lain, protes merupakan bentuk aksi politik kolektif.

Para ahli psikologi sosial politik berpendapat bahwa protes sebagai salah satu bentuk partisipasi politik. Partisipasi politik adalah “tindakan warga negara biasa yang diarahkan untuk mempengaruhi beberapa hasil politik”. Tindakan tersebut dapat terjadi dalam konteks gerakan atau partai politik.

Partai Politik dan Gerakan sosial adalah dua entitas terkemuka yang menjalankan politik dalam sistem demokrasi. Politik kepartaian berpusat pada aktivitas seperti memberikan suara, menghubungi politisi, berkampanye, menyumbangkan uang ke partai politik, keanggotaan partai, atau mencalonkan diri. Seperti baru-baru ini Kita lalui yakni pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif 2024.

Politik gerakan berpusat pada kegiatan-kegiatan seperti penandatanganan petisi, demonstrasi massal, pendudukan tempat-tempat umum, boikot, menyumbangkan uang kepada organisasi gerakan, pemogokan, kekerasan terhadap properti dan manusia, dan masih banyak lagi contoh-contoh yang paling umum.

Banyak orang yang memiliki keluhan atau merasakan kemarahan yang sama tapi tidak ikut protes. Kenyataannya, protes cukup dilakukan oleh beberapa peserta, Anda tidak benar-benar membutuhkan lebih banyak peserta. Ironisnya, lebih banyak peserta bahkan dapat menimbulkan masalah koordinasi. Makin banyak orang, makin rawan penyusupan dan provokasi.

Protes biasanya merupakan situasi di mana orang banyak dapat dan memang mengambil tumpangan gratis. Pemrotes adalah segelintir orang yang berpartisipasi dalam kegiatan ini biasanya sepenuhnya menyadari fakta bahwa mereka memberikan tumpangan gratis kepada sebagian besar simpatisan, bahkan yang menentangnya sekalipun, namun hal ini tidak menjadi masalah bagi mereka.

Apa yang diperjuangkan oleh gerakan protes biasanya adalah barang publik (public goods) dimana memiliki dua sifat pokok, yaitu non-rival dan non-excludableNon-rival artinya Setiap orang dapat mengambil manfaat dari barang tersebut tanpa mempengaruhi manfaat yang diperoleh orang lain.     Non-excludable artinya apabila barang publik tersedia, tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk mendapatkan manfaat dari barang tersebut.

Aliansi Jakarta Utara Menggugat, misalnya, sadar betul bahwa jika perjuangannya berhasil, maka jalan yang tidak macet dan lebih aman bagi penggunanya akan dinikmati semua warga Jakarta Utara, termasuk anak-istri kelompok yang menentang mereka dan yang menikmati kedekatan dengan PT Pelindo. Faktanya, ini adalah bagian motivasi Aliansi JUM: ‘jika bukan saya yang melakukannya, siapa lagi yang akan melakukannya’,

Zbigniew Bujak, seorang pemimpin Gerakan Solidaritas di Ursus Tractor Factor di Warsawa (Lech Walesa menyebutnya sebagai salah satu pejuang paling luar biasa dan paling berani untuk hak-hak warga negara dan Solidaritas), mencatat bahwa pada 1980-an, Solidaritas telah berhasil diubah dari serikat pekerja menjadi gerakan sosial, yang secara eksplisit dibentuk untuk memajukan hak-hak pekerja, menggunakan metode perlawanan sipil yang telah disempurnakan oleh Mahatma Gandhi dan Martin Luther King, Jr.

“Kita telah menangkap tangan Tuhan (We’ve caught God by the arm),” seru Bujak.

Esensi dari momen penting dalam sejarah ketika orang-orang biasa, melalui solidaritas dan aksi tanpa kekerasan, mampu menantang dan akhirnya mengubah sebuah sistem yang menindas dan tidak peduli. Ini adalah bukti kekuatan tindakan kolektif dan kapasitas jiwa manusia untuk ketahanan dan harapan. Pertanyaannya; Mampukah menangkap tangan Tuhan?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Shares

Masuk

Daftar

Setel Ulang Kata Sandi

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email, anda akan menerima tautan untuk membuat kata sandi baru melalui email.